TIMES TULUNGAGUNG, JAKARTA – Untuk memastikan tidak ada Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) fiktif dan seluruh proses secara transparan, Badan Gizi Nasional (BGN) menjelaskan seluruh tahapan verifikasi mitra SPPG.
Wakil Kepala BGN, Sony Sanjaya menyampaikan setiap tahapan untuk menyatakan apakah SPPG layak berdiri untuk melayani Program Makan Bergizi Gratis (MBG) terbuka dan dapat dilihat oleh mitra yang mendaftar maupun petugas verifikatur.
Menurutnya, semua mitra tahu prosesnya karena langsung terlihat. Sebagai contoh, di dalam pengajuan yang diverifikasi pertama itu alamat.
"Di sistem sudah tertera, kalau disetujui warna hijau, ditolak warna merah, ketika alamat disetujui ya berarti enggak ada masalah, ketika ditolak maka verifikatur itu akan memberi keterangan mengapa ditolak," katanya di Jakarta, Selasa (23/9/2025) dikutip ANTARA.
Ia menjelaskan tahap verifikasi kedua yakni pengecekan luas dan jenis tanah, apakah milik sendiri atau sewa.
Pemilik harus bisa menunjukkan sertifikat hak milik tanah sebelum membangun SPPG, sedangkan jika tanah sewa maka pemilik harus menunjukkan dokumen sewa-menyewa tanah.
"Verifikatur akan melihat, cocok atau enggak alamat dengan sertifikat. Apabila berbeda maka akan ditolak. Ketika ditolak di dalam kolom diberikan keterangan alasan mengapa ditolak, dan itu bisa dibaca oleh calon mitra, termasuk ketika sudah masuk ke dalam tahap survei lapangan," ujar dia.
Tahapan ketiga, yakni proses persiapan, yang selama ini seringkali terjadi salah paham oleh mitra. Sebagian besar mitra belum memahami bahwa ketika membangun SPPG, mereka harus menyertakan foto dan video ketika mengisi kelengkapan dapur.
"Maka difoto atau masukkan video, itu kemudian progresnya naik 10 persen. Ketika alat masak misal steamer (pemanas) datang, dia harus foto, masukkan dan diunggah, maka kemudian naik 20 persen," katanya.
Proses Rekrutmen Terpusat
Ia menjelaskan progres akan tercatat 90 persen apabila 47 tenaga kerja sudah direkrut dan diperiksa kesehatannya. Mitra harus memasukkan daftar nama 47 tenaga kerja tersebut beserta bukti pemeriksaan kesehatan yang menyatakan bahwa mereka sehat dan tidak memiliki riwayat penyakit menular.
Dan yang terakhir adalah supplier (pemasok). Daging misalnya - pemasoknya koperasi mana, atau telur dari koperasi mana, ketika itu sudah masuk 100 persen, itu baru kemudian diverifikasi persiapan.
"Pada saat dilakukan survei, mitra juga tahu siapa petugas yang melakukan survei. Di sini (sistem) terlihat siapa petugas surveinya, mulai dari namanya siapa sampai nomor handphone-nya berapa," paparnya.
Pada proses survei, ada 20 indikator yang mesti dipenuhi oleh mitra SPPG sehingga dapur dinyatakan layak beroperasi. Ia memastikan keseluruhan tahapan tersebut dilakukan secara terbuka, jelas dan transparan. Tidak ada yang ditutupi.
"Ketika kemudian petugas survei tersebut membuat kesimpulan bahwa ada 20 indikator, dari mulai bangunan, lokasi, semuanya, kalau pada akhirnya kesimpulannya itu tidak siap operasional, jelas kok poin mana yang tidak siap atau tidak terpenuhi, dan diberi keterangan apabila tidak siap operasional," ucapnya.
Ia mengatakan kepala SPPG tidak bisa membawa orang-orangnya sendiri untuk bekerja di dapur yang dipimpin. Hal ini karena semua proses rekrutmen dilakukan secara terpusat oleh BGN dengan mengutamakan pekerja lokal yang termasuk dalam desil 1 dan 2 atau miskin hingga miskin ekstrem.
Sehingga, menurut Sony, ketika kepala SPPG datang membawa orang-orangnya untuk bekerja di sana itu sudah tidak bisa, karena 47 orangnya sudah ada dan itu warga setempat.
"Pemerintah meminta justru yang bekerja di SPPG itu 30 persennya merupakan masyarakat yang tergolong kemiskinan ekstrem, desil 1 dan desil 2," ujar Sony. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Tepis Rumor SPPG Fiktif, BGN Paparkan Proses Panjang Verifikasi Mitra
Pewarta | : Antara |
Editor | : Ronny Wicaksono |