TIMES TULUNGAGUNG, BANYUWANGI – Selamatan Laut Kampung Mandar, sebuah tradisi tahunan yang telah berlangsung sejak tahun 1700 an. Tidak hanya menjadi momen ritual adat untuk mengungkapkan rasa syukur kepada alam, tetapi juga menjadi wadah edukasi sejarah.
Dengan kekayaan budaya yang memikat dan menampilkan keeksotisan dunia bahari, tradisi petik laut itu menjadi bagian tak terpisahkan dari warisan leluhur yang dijaga dengan cermat oleh masyarakat. Khususnya oleh keturunan asli suku Mandar yang sudah menjadi bagian dari warga Bumi Blambangan.
Dijelaskan oleh Ketua Adat Kampung Mandar, Puang Faizal Riezal Daeng Galak acara selamatan laut tahun ini digelar selama tiga hari sejak tanggal 15 November yang dibuka dengan acara ziarah makam tokoh mandar hiburan musik dan tari khas adat Mandar hingga pembukaan kuliner dan pameran arsip Mandar.
Pameran arsip budaya adat yang bisa dikunjungi di Jl. DI Panjaitan Kelurahan Mandar ini, menjadi wadah untuk memberikan edukasi tentang sejarah kedatangan suku Mandar di Bumi Blambangan hingga pengenalan budaya tradisi termasuk pakaian dan senjata adat dengan menampilkan arsip sejarah.
“Jadi selain ritual selamatan laut kami juga ada sisi edukasi untuk masyarakat khususnya pelajar dengan pameran arsip,” kata Faizal, Sabtu (16/11/2024).
Pada tanggal 16 November, selamatan laut dilanjutkan dengan dengan open gate kuliner Mandar dan Pameran, kemudian malamnya diselenggarakan pengajian hingga pentas hiburan rakyat.
Puncaknya pada 17 November pukul 06.30-07.00 akan dilakukan larung sesaji atau pelepasan kepala sapi dan kirab budaya.
Diterangkan, pada mulanya, sesaji yang akan dilarung di Selat Bali tersebut dihias semenarik mungkin, dan ditempatkankanlah kepala sapi yang telah dilumuri kunyit itu bersama ubo rampe lainnya, kemudian dijaga semalaman hingga pada esok hari akan dilarung.
"Yang membedakan petik laut kita itu terletak pada Minyak Mandar. Minyak yang khusus asli dari Suku Mandar, yang digunakan pada sesaji," cetus Ecang panggilan karib Faizal.
Setelah itu sesaji diarak hingga menuju ke kapal yang akan ditunggangi. Lantas seserahan tersebut dibawa ke tengah laut di Selat Bali melalui pantai Ancol, atau dikenal Plengsengan dengan diikuti puluhan kapal nelayan lainya.
Sebelum dilarungkan ke Laut Sesaji yang berisi kepala sapi itu didoakan oleh Passili sebagai tanda terimakasih, kecuali ayam bulu hitam yang hanya dicelupkan ke laut kemudian dibawa kembali ke daratan. Setelah semuanya selesai kapal yang membawa sesaji tersebut berlayar mengelilingi pantai di sekitar kawasan pantai Boom dan Pantai Ancol. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Selamatan Laut Kampung Mandar Banyuwangi Jadi Wadah Edukasi Sejarah
Pewarta | : Anggara Cahya Kharisma |
Editor | : Faizal R Arief |